“
Disini kita bicara
Dengan hati telanjang
Lepaslah belenggu
Sesungguhnya lepaslah
“
Pagi
yang mellow diiringi lagu bang Iwan Fals dengan judul Air Mata, menambah syahdu
suasana. Sambil menerawang jauh ke awang-awang, salah satu lirik lagu itu
menggelitik rasa usilku. Hati telanjang.
Mengapa
harus “telanjang”?
Apa
maksudnya?
Pada
ungkapan lain pun seringkali diikuti dengan kata-kata semisal: terbuka, putih,
bersih. Kata-kata yang seakan memiliki kesamaan makna.
Tanpa
berpikir panjang, segera saja membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi
online. Kemudian mencari arti kata hati.
Salah satu hasilnya adalah "terbuka", hati terbuka:
-- terbuka 1 senang hati; 2 lurus hati;
Lebih
lanjut, merujuk pada buku: “Kamus Peribahasa Kontemporari Edisi Ketiga” oleh
Abdullah Hassan, Ainon Mohd, yang diterbitkan oleh PTS Publications &
Distributors Sdn Bhd., Selangor, Malaysia:
- Senang hati: berarti seronok. Dalam KBBI, seronok, berarti menyenangkan hati; sedap dilihat (didengar dan sebagainya).
- Lurus hati: berarti jujur
Sedangkan
“buka hati”, dalam buku ini berarti: sedia
menerima.
Jadi…
bisa disimpulkan bahwa ungkapan-ungkapan diatas memiliki konotasi positif.
Mewakili sesuatu yang baik. Terbuka,
mau menerima, dan menyenangkan.
Tapi,
bagaimana dengan ungkapan yang sebaliknya? Misal: hati yang tertutup, terkunci,
atau bahkan mati.
Masih
merujuk pada buku diatas, tutup hati berarti tidak mahu mendengar sebarang bentuk alasan lagi. Hal ini jelas
menunjukkan konotasi negatif. Dengan kata lain, ungkapan ini mewakili
sifat-sifat: keras kepala, sombong, tidak mau lagi mendengar penjelasan atau
menerima petunjuk.
Lalu…
bagaimana dengan ungkapan: hijab hati?
Hijab, menurut KBBI, berarti:
- Dinding yang membatasi sesuatu dengan yang lain.
- Dinding yang membatasi hati manusia dan Allah.
- Dinding yang menghalangi seseorang dari mendapat harta waris.
Membatasi,
menghalangi, bukankah memiliki kesamaan makna dengan menutupi?
Berarti,
samakah hijab hati dengan tutup hati?
Jika
sama… kenapa tetap bersikeras meng-hijab-i hati? Bukankah sudah jelas maknanya?
Ah…
namanya juga sudah tertutup hatinya, tidak mau mendengar setiap bentuk
alasan (tidak
ingin mendengar alasan apapun). Lagipula sudah menjadi hak prerogatif Allah SWT memberikan hidayah
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Saya yang lemah ini hanya sebatas
mengingatkan, menyampaikan pesan saja.
Saudariku…
tutupilah tubuhmu, pertahankan dengan sekuat tenaga perisai malu, tanggalkan
perisai itu hanya untuk suamimu.
…
bukalah hati, bersihkan, dan biarkan cahayanya menghiasi hidup keluargamu,
menyejukkan hati suamimu …
Yogyakarta,
16 September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar