Bismillahirrahmanirrahim...
Tidak
seperti biasanya beberapa hari ini saya gelisah saat tidur. Beberapa kali
terbangun karena mimpi yang unik, mimpi yang dipenuhi adegan berlari. Tidak
seperti mimpi seram pada umumnya, dalam mimpi ini saya bisa berlari dengan
mudah. Berlari menyusuri berbagai tema cerita yang terus berubah. Ada pertemuan
dengan orang-orang yang sudah meninggal, dimana mereka terlihat bahagia dan
ceria di taman yang luas dan indah. Ada pula pertemuan dengan orang-orang yang
masih hidup, dengan latar belakang cerita yang berbeda-beda. Begitu seterusnya
berlari melewati mimpi-mimpi yang mirip dalam beberapa hari.
Meski
mimpi itu sudah berlalu, ada beberapa hal yang menggelayuti pikiran. Secara
tidak sadar membawa saya hanyut dalam lamunan, terbawa emosi, dan kadang muncul perasaan haru.
Terkadang orang disekitar menangkap gelagat aneh, saat tiba-tiba mereka melihat
saya dengan mata berkaca-kaca dalam diam. Mereka pura-pura tidak tahu, dan
sayapun segera mengalihkan perhatian. Salah satunya istri, saat mendapati mata
saya yang basah setelah salam, tanpa bisa ditutupi saat menengok ke kanan dan
kiri. Segera saya katakan, "abi mengantuk," untuk menjaga perasaannya.
Air mata adalah salah satu tanda fisik saat menahan kantuk yang berat.
Salah
satu diantara banyak hal yang menggelayuti pikiran adalah: ingatan saya kepada
para guru, ustadz, murabbi, atau orang-orang shaleh yang pernah saya kenal.
Banyak guru yang begitu ikhlas membagi ilmunya, menuntun muridnya, mengingatkan
dan membimbing anak didiknya agar menjadi orang yang berakhlak mulia. Pernah
saya belajar kepada beberapa guru yang tidak mau dibayar, tidak pula
menyediakan kotak infak, atau menerima pemberian dalam bentuk apapun untuk
dirinya terkait aktifitas belajar-mengajar. Jika ada yang memberi, beliau
sampaikan dan sarankan untuk disalurkan pada dhuafa.
Keikhlasan
beliau dalam membimbing anak didiknya tidak hanya ditunjukkan saat proses
belajar mengajar di kelas. Tapi dimana saja dan kapan saja. Bahkan saat kami
sudah terpisah jarak, tidak lagi bisa bertatap muka, beliau tetap perhatian
pada anak bimbingnya. SMS atau telepon masih mereka lakukan untuk menasehati
saya, mengingatkan agar tetap menjaga akidah dan ibadah.
Sebaliknya
saya... acuh tak acuh, tidak pernah menanyakan kabar... atau sekedar berkirim
salam. Bahkan saat terakhir ada kesempatan tugas ke Bali, saya hanya menelepon,
meminta ma'af tidak bisa berkunjung dengan alasan banyak pekerjaan. Padahal,
jika saya mau dan berusaha... banyak waktu, banyak cara untuk sowan, hadir
dalam majelis beliau. Hal inilah yang saat ini menggelayut di pikiran: Apakah
saya telah menjadi murid yang kurang ajar? Yang telah melupakan jasa
guru-gurunya. Tidak lagi memberikan penghormatan atau sedikit usaha untuk
menyenangkan hati mereka...
Pak
guru, bu guru… mohon ma’af atas kekhilafan anak-anakmu.
Terima
kasih atas segala jasa-jasa dan perhatianmu kepada kami.
Semoga
semua jerih payah itu menjadi amalan yang tidak terputus…
"Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga
perkara: amal (sedekah) jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do'a
anak soleh.'' (HR Muslim)
Yogyakarta,
10 November 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar