Bismillahirrahmanirrahiym...
Pergi
keluar kota, baik untuk urusan pekerjaan atau jalan-jalan bisa jadi menyenangkan
bisa juga sebaliknya. Sering kali saya merasa berat harus meninggalkan rumah,
keluar dari zona nyaman. Tidak jarang terlintas mencari cara untuk mendapatkan
alasan agar tetap tinggal dirumah. Bukan karena perjalanannya, tetapi lebih
karena kecenderungan sikap orang lain terhadap orang yang bepergian (musafir).
Semua
tahu bahwa musafir itu berada jauh dari rumah, belum tentu ada sanak-saudara
atau teman dalam perjalanannya. Kemungkinan tidak tahu arah, tidak mengenal
daerah yang dilaluinya. Kecapekan, mungkin juga kelaparan, dan tentu saja
memiliki perasaan ingin cepat sampai tujuan.
Namun
bagi orang lain, yang terlihat adalah: musafir itu pasti membawa bekal banyak
untuk perjalanannya. Mau memberikan apa saja asal segera sampai tujuan.
Kelemahan-kelemahan diatas adalah kesempatan untuk mengambil keuntungan. Sudah
bukan rahasia lagi kalau ada saja pelaku usaha transportasi, penginapan, atau
makanan yang merasa diatas angin mengeruk keuntungan dari musafir. Bisa jadi itu
hanya oknum, bisa juga karena keadaan lingkungan bisnislah yang memaksanya.
Hal-hal
seperti inilah yang seringkali mengganggu rencana perjalanan. Meskipun ada yang
mengatakan: “Tenang… semua bakal diganti kantor. Cukup siapkan struk atau
kuitansi saja”.
Diganti
atau tidak, tetap saja sakit hati rasanya.
Bukankah
seharusnya musafir itu mendapatkan kemudahan?
Allah
saja memberikan keringanan dan kemudahan: boleh tidak berpuasa, boleh
menggabung dan meringkas sholat, do’anya dikabulkan, dan boleh mendapatkan
bagian zakat!
Kenapa
manusia justru mempersulit sesamanya? Mengambil kesempatan dalam kesempitan orang
lain…
Bukan
berarti saya enggan bepergian, dan antipati dengan pelaku usaha seputar
transportasi. Meski tidak dipungkiri sebagai manusia biasa pikiran-pikiran negatif
masih saja muncul. Tetapi itu bukanlah sebuah hambatan…
Saya
tetap pergi.
Saya
tetap berangkat.
Saya
tetap berpikir positif.
Saya
tetap yakin bahwa bepergian adalah salah satu bentuk belajar Islam.
Allah
dan Rasulullah mendorong umatnya untuk bepergian dalam rangka menikmati alam, berdagang,
atau menuntut ilmu.
Kisah
perjalanan dagang kaum Quraisy terekam hingga sekarang dalam Al-qur’an, surat
Quraisy. Bagaimana mereka melakukan perjalanan untuk mendapatkan keuntungan.
Mengamati keadaan alam untuk menentukan tujuan perjalanan, menghindari cuaca/musim
yang tidak bersahabat.
Sebagaimana
tertuang dalam surat Al 'Ankabuut ayat 20:
20. Katakanlah:
"Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah
menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali
lagi*. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
*) Maksudnya: Allah membangkitkan
manusia sesudah mati kelak di akhirat
|
Berjalanlah, bepergianlah …
agar dapat memperhatikan dan memikirkan bagaimana Allah menciptakan alam dan
seisinya. Keadaan langit dan fenomena yang menyertainya. Serta tanda-tanda
kekuasaan Allah lainnya, seperti yang ditegaskan dalam surat Fushshilat ayat
53.
53. Kami akan
memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah
bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran
itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi
atas segala sesuatu?
|
Berjalanlah, bepergianlah
… agar dapat belajar dari sejarah. Merenungkan penciptaan, mengambil hikmah
dari setiap kejadian, mengambil sikap sebagai hamba yang lemah.
Ibnu
Katsir dalam tafsir Surat Ar Ruum ayat 41 dan 42, menyebutkan bahwa: Abu
al-Aliyah berkata: “Barangsiapa yang
durhaka kepada Allah di muka bumi, berarti dia berbuat kerusakan di bumi. Hal
itu karena kedamaian bumi dan langit adalah dengan ketaatan.” Jika
kemaksiatan ditinggalkan maka akan membuahkan aneka berkah dari langit dan bumi…
dst.
41. Telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
|
42. Katakanlah:
"Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang
yang mempersekutukan (Allah)."
|
Berjalanlah, bepergianlah
…
Yogyakarta, 27 Februari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar