Jumat, 26 Februari 2016

Berjalanlah, bepergianlah …

Bismillahirrahmanirrahiym...

Pergi keluar kota, baik untuk urusan pekerjaan atau jalan-jalan bisa jadi menyenangkan bisa juga sebaliknya. Sering kali saya merasa berat harus meninggalkan rumah, keluar dari zona nyaman. Tidak jarang terlintas mencari cara untuk mendapatkan alasan agar tetap tinggal dirumah. Bukan karena perjalanannya, tetapi lebih karena kecenderungan sikap orang lain terhadap orang yang bepergian (musafir).

Semua tahu bahwa musafir itu berada jauh dari rumah, belum tentu ada sanak-saudara atau teman dalam perjalanannya. Kemungkinan tidak tahu arah, tidak mengenal daerah yang dilaluinya. Kecapekan, mungkin juga kelaparan, dan tentu saja memiliki perasaan ingin cepat sampai tujuan.

Namun bagi orang lain, yang terlihat adalah: musafir itu pasti membawa bekal banyak untuk perjalanannya. Mau memberikan apa saja asal segera sampai tujuan. Kelemahan-kelemahan diatas adalah kesempatan untuk mengambil keuntungan. Sudah bukan rahasia lagi kalau ada saja pelaku usaha transportasi, penginapan, atau makanan yang merasa diatas angin mengeruk keuntungan dari musafir. Bisa jadi itu hanya oknum, bisa juga karena keadaan lingkungan bisnislah yang memaksanya.

Hal-hal seperti inilah yang seringkali mengganggu rencana perjalanan. Meskipun ada yang mengatakan: “Tenang… semua bakal diganti kantor. Cukup siapkan struk atau kuitansi saja”.
Diganti atau tidak, tetap saja sakit hati rasanya.

Bukankah seharusnya musafir itu mendapatkan kemudahan?
Allah saja memberikan keringanan dan kemudahan: boleh tidak berpuasa, boleh menggabung dan meringkas sholat, do’anya dikabulkan, dan boleh mendapatkan bagian zakat!
Kenapa manusia justru mempersulit sesamanya? Mengambil kesempatan dalam kesempitan orang lain…

Bukan berarti saya enggan bepergian, dan antipati dengan pelaku usaha seputar transportasi. Meski tidak dipungkiri sebagai manusia biasa pikiran-pikiran negatif masih saja muncul. Tetapi itu bukanlah sebuah hambatan…

Saya tetap pergi.
Saya tetap berangkat.
Saya tetap berpikir positif.
Saya tetap yakin bahwa bepergian adalah salah satu bentuk belajar Islam.

Allah dan Rasulullah mendorong umatnya untuk bepergian dalam rangka menikmati alam, berdagang, atau menuntut ilmu.
Kisah perjalanan dagang kaum Quraisy terekam hingga sekarang dalam Al-qur’an, surat Quraisy. Bagaimana mereka melakukan perjalanan untuk mendapatkan keuntungan. Mengamati keadaan alam untuk menentukan tujuan perjalanan, menghindari cuaca/musim yang tidak bersahabat.
Sebagaimana tertuang dalam surat Al 'Ankabuut ayat 20:
20. Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi*. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

*) Maksudnya: Allah membangkitkan manusia sesudah mati kelak di akhirat

Berjalanlah, bepergianlah … agar dapat memperhatikan dan memikirkan bagaimana Allah menciptakan alam dan seisinya. Keadaan langit dan fenomena yang menyertainya. Serta tanda-tanda kekuasaan Allah lainnya, seperti yang ditegaskan dalam surat Fushshilat ayat 53.
53. Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?

Berjalanlah, bepergianlah … agar dapat belajar dari sejarah. Merenungkan penciptaan, mengambil hikmah dari setiap kejadian, mengambil sikap sebagai hamba yang lemah.

Ibnu Katsir dalam tafsir Surat Ar Ruum ayat 41 dan 42, menyebutkan bahwa: Abu al-Aliyah berkata: “Barangsiapa yang durhaka kepada Allah di muka bumi, berarti dia berbuat kerusakan di bumi. Hal itu karena kedamaian bumi dan langit adalah dengan ketaatan.” Jika kemaksiatan ditinggalkan maka akan membuahkan aneka berkah dari langit dan bumi… dst.
41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
42. Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)."


Berjalanlah, bepergianlah


Yogyakarta, 27 Februari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar