Kamis, 08 Desember 2011

Ad-dien – Kewajiban suami dalam menjaga keluarga



Materi ta’lim
: Ad-dien – Kewajiban suami dalam menjaga keluarga
Tausyiah
: ust. Thohir
Waktu
: 8 Desember 2011, ba’da Isya’

Bismillahirrahmanirrahiym...

Salah satu tilawah yang dibaca dalam ta’lim kali ini adalah surat At-Tahrim ayat 6









Secara garis besar ayat tersebut berisi perintah atau kewajiban para suami untuk menjaga keluarganya. Menjaga dari ancaman api neraka dengan membekali pemahaman dan pengamalan ajaran-ajaran Islam. Menjaga dari ancaman atau tantangan kehidupan dunia dengan membekali pendidikan dan pelajaran yang baik untuk menghadapi hari esok.

Ibnu Abbas mengatakan: “Laksanakan amal untuk taat pada Allah dan tinggalkan maksiat pada-Nya. Suruhlah anakmu dan keluargamu untuk berdzikir dan berdo’a kepada-Nya. Sehingga Allah menyelamatkanmu dan keluargamu dari api neraka”.

Al Ghodoha: adalah kewajiban setiap muslim untuk mengajari, mendidik istri dan anak-anaknya, serta sanak kerabatnya dengan pengajaran yang baik. Agar mereka taat pada Allah untuk meninggalkan maksiat, dan itulah jalan terbaik untuk menjauhi api neraka.
.: Seruan ini berlaku pada setiap orang yang beriman.
Dalam ayat diatas disebutkan bahwa setiap orang yang beriman diperintahkan untuk menjaga keluarganya dari api neraka. Lalu, siapakah keluarga yang dimaksud?


Apa yang dimaksud dengan keluarga?
Sudah barang tentu yang terlintas dalam benak kita yang dimaksud keluarga adalah: anak, istri, orang tua, saudara, sanak kerabat. Apakah benar itu yang dimaksud?
Untuk menemukan jawabannya, mari kita mengacu pada surat Huud ayat 44-46:

Dalam ayat 45 diceritakan bahwa Nabi Nuh A.S. memohon ampunan untuk anaknya, Kan’an yang tidak mau beriman. Dalam topik ini tidak dibicarakan mengenai boleh tidaknya seseorang memohonkan ampunan bagi orang lain (seperti misalnya kisah Rasulullah yang memohonkan ampunan bagi pamannya). Tapi topik yang dibahas adalah: klaim Nabi Nuh atas anaknya sebagai bagian keluarga.
Lalu dalam ayat 46 Allah SWT menjawab bahwa anaknya itu bukan termasuk keluarga, karena dia tidak beriman.

.: Jadi yang dimaksud keluarga adalah ketika orang itu beriman. Meskipun dia itu memiliki hubungan darah, kerabat dekat, atau yang biasa disebut keluarga/saudara dalam bahasa manusia… jika tidak beriman maka mereka itu bukan termasuk keluarga. Jadi menurut bahasa Al-qur’an: yang dikatakan keluarga itu bilamana ... beriman.

Setelah memahami apa yang dimaksud dengan keluarga, selanjutnya perlu diketahui apa saja tanggung jawab suami terhadap keluarganya. Tanggung jawab suami bukan sebatas sandang, pangan, atau papan (ini hanya sebatas kemampuan saja). Lalu, apa tanggung jawab suami?
Tanggung jawab lahiriah
Memberi makan istri dan anak-anak kalau suami makan
Memberi pakaian kalau suami berpakaian

Hakim Ibnu Muawiyah, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, apakah kewajiban seseorang dari kami terhadap istrinya? Beliau menjawab: "Engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, jangan memukul wajah, jangan menjelek-jelekkan, dan jangan menemani tidur kecuali di dalam rumah." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Nasa'i, dan Ibnu Majah. Sebagian hadits itu diriwayatkan Bukhari secara mu'allaq dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Hakim.


Tanggung jawab rohaniah
Tanggung jawab inilah yang paling penting bagi suami terhadap keluarganya.

Yang perlu diperhatikan adalah: pelaksanaan tanggung jawab ini tidak hanya berpengaruh pada kehidupan di dunia saja, tetapi juga berpengaruh pada hubungan keluarga di akhirat kelak.

Bagaimana hubungan keluarga/kekasih di akhirat kelak?
Gambaran keadaan hubungan antar kekasih di akhirat kelak dapat dilihat dari surat Az-Zukhruf ayat 67-70:
Al-akhilla/al-kholila (jamak dari kholil) orang yang berkasih sayang (teman akrab/karib) didunia akan bermusuhan di akhirat, kecuali mereka yang bertaqwa.

Hubungan yang terjalin didunia akan terputus saat kiamat. Hal ini digambarkan dalam surat Al-Baqarah ayat 166:

.:Meskipun hubungan yang terjalin di dunia akan terputus saat kiamat, dan orang-orang yang berkasih sayang menjadi saling bermusuhan, namun tidak ada kekhawatiran bagi mereka yang bertaqwa. Bisa saja suami berpasangan dengan istri karena bertaqwa.

(Hubungan antar manusia didunia yang sebelumnya merupakan sahabat karib/setia, menjadi bermusuhan dan saling menyalahkan, insya Allah akan dijabarkan pada posting yang lain terkait tausyiah dari ustadz Hasan. Dalam kajian ini, ustadz Thohir tidak menjelaskan lebih jauh mengenai hal ini, karena fokus pada urusan keluarga.)

Gambaran akhirat terkait konsekuensi pelaksanaan tanggung jawab terhadap keluarga:
Saat Isra' Mi'raj, Rasulullah SAW diberi gambaran tentang suatu keadaan di akhirat. Dimana seorang anak dimasukkan ke neraka, sedangkan orang tuanya dimasukkan kedalam surga. Memang jelas penyebabnya: si anak ini tidak pernah beribadah dan beramal sholeh, sedangkan orang tuanya adalah orang-orang yang alim dan sholeh.
Ketika ditanya mengapa bisa dirinya tidak pernah beribadah padahal orang tuanya begitu sholehnya sehingga masuk surga, si anak menjawab bahwa orang tuanya sholeh hanya untuk mereka sendiri.
Pengakuan si anak ini kemudian dikonfrontir dengan orang tuanya, apakah benar demikian. Dan benar, kedua orang tuanya mengakui hal itu, mereka beribadah untuk mereka sendiri.

.: Hasilnya satu keluarga itu (orang tua dan anak) dimasukkan ke neraka
Kenapa? Bukankah orang tuanya sudah melakukan amal sholeh, sehingga timbangan amalnya menjadikannya masuk surga?
Bisa saja, karena orang tua itu tidak bertanggung jawab. Tidak membimbing/mendidik anak/keluarganya.

(Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai huru-hara kiamat, hari pembalasan, dan gambaran tentang surga dan neraka, disarankan untuk mempelajari tafsir surat Al- Waaqi'ah)

Bagaimana agar berkumpul dengan keluarga diakhirat?
Melalui surat Ath-Thuur ayat 21, Allah akan mengumpulkan keluarga orang-orang yang beriman. Dimana semua yang dikumpulkan itu adalah orang yang beriman. Jika anggota keluarga tersebut tidak beriman, maka yang akan terjadi adalah tuntut menuntut, permusuhan, dan saling menyalahkan.

Agar kita terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, dan untuk menjaga keluarga dari api neraka maka jangan lupa untuk berdo’a. Sebagai salah satu sifat hamba Allah yang maha Rahman, hendaknya kita senantiasa memohon pada Allah agar anak dan istri jadi penyejuk hati. Seperti yang dicontohkan dalam surat Al Furqaan ayat 74:

Senantiasa memohon pada Allah agar anak dan istri menjadi aset bagi kita (kita meninggal, anak mendo’akan). Jangan sampai istri dan anak menjadi musuh, seperti halnya peringatan Allah dalam surat At-Taghaabun ayat 14:

Satu diantara kewajiban suami dalam menjaga keluarganya dari api neraka adalah berdo’a dengan sungguh-sungguh: setiap saat, setiap kesempatan. Selain menunjukkan kesungguhan kita dihadapan Allah dan agar terus dalam bimbingan-Nya, Allah telah menciptakan malaikat yang tidak terhitung jumlahnya. Diantara malaikat-malaikat itu ada yang memiliki tugas untuk mendo’akan keluarga orang-orang yang beriman. Tugas malaikat ini tercantum dalam surat Al-Mu'min ayat 7-9.
Pada ayat 8 disebutkan bahwa malaikat mendo’akan seluruh anggota keluarga orang yang beriman:
‘aabaa: garis keatas
ikhwan: garis kesamping
wadzurriyyaa: garis keturunan kebawah

.: Jadi kesimpulan dari hasil belajar kali ini adalah: Pilihan bahwa…
Istri dan anak-anak menjadi perhiasan kehidupan dunia… (surat Al-Kahfi ayat 46)

Atau justru menjadi fitnah atau cobaan! (surat At Taghaabun ayat 15, Al-Anfaal ayat 28)


itu tergantung kita

3 komentar:

  1. Semoga suamiku menjadi imam yg terbaik untukku.. :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin... (semoga abi menjadi Driver terbaik, dan ummi juga menjadi Navigator terbaik)

      Hapus
    2. Iya abi..insya Allah kita bisa..amiin.. :-)

      Hapus