Selasa, 31 Maret 2015

Zina dan Nikah itu beda tipis (setipis kulit bawang)

Bismillahirrahmanirrahiym...

Setelah vakum cukup lama, ingin rasanya kembali mengudara. Berbagi dan mengingat kembali nasehat orang-orang sholeh dengan cara menuliskannya. Saat memilih tulisan dari sekian banyak catatan diatas kertas yang mulai usang, materi berikut tiba-tiba terlintas difikiran karena belum sempat tercatat. Baiklah, sebelum memori ini hilang dimakan usia sebaiknya segera ditulis saja. Semoga dalam kesempatan ini bisa tertuang dan dapat tersampaikan.

Tulisan ini berawal dari khutbah nikah yang disampaikan pimpinan Muhammadiyah Ponorogo dalam acara pernikahan dik Riza Auliya Rahman dengan Dewi Mustika (Pondok Daarut Thullab, Ponorogo, 2 Agustus 2014). Saat itu saya sebagai salah satu penerima tamu berusaha mendengarkan dengan seksama, sambil sesekali menyalami dan mengarahkan tamu. Meski tidak sempat merekam atau mencatatnya, tapi kurang lebih ada beberapa poin utama yang saya ingat.

Diawal khutbah beliau menjelaskan bahwa zina dan nikah itu beda-beda tipis, setipis kulit bawang. Kenapa?

Karena apa yang dilakukan oleh orang berzina dan orang menikah itu sama saja, sama-sama urusan syahwat:
  • Orang berzina katanya karena cinta, orang menikah juga.
  • Orang berzina untuk bersenang-senang, orang menikah juga.
  • Orang berzina mau menyalurkan hasrat seksual, orang menikah juga.

Lalu adakah pembeda antara zina dan nikah?
Untuk mengetahuinya, mari kita coba lihat kecenderungan orang yang berzina seperti apa:
  • Adakah orang yang melakukan zina dengan terang-terangan? Bukankah mereka melakukan perbuatannya secara sembunyi-sembunyi?
  • Adakah pezina bangga dengan perbuatannya? Bukankah mereka malu dan berusaha menutupi perbuatannya rapat-rapat?
  • Adakah orang yang melakukan zina lalu mengumumkannya pada khalayak ramai? Bukankah mereka takut ketahuan dan berusaha keras merahasiakannya?
  • Adakah orang yang melakukan zina dengan perasaan tenang, nyaman, dan tentram? Bukankah mereka dihantui rasa bersalah, dosa, atau kekhawatiran lahirnya anak hasil perbuatan mereka? Bahkan ada yang ketika anak itu lahir, na’udzubillahimindzalik, dibuang atau dibunuh!

Sekarang mari kita lihat bagaimana dengan keadaan orang yang menikah:
  • Orang yang menikah tentunya tanpa malu-malu menunjukkan bahwa mereka sudah menikah.
  • Orang yang menikah (dan keluarga besarnya) bisa dipastikan dengan bangga mengumumkan pernikahan mereka.
  • Tidak hanya mengumumkan tapi juga mengundang sanak kerabat dan handai tolan untuk datang ke pesta pernikahan, sesuai anjuran Rasulullah SAW: "Adakanlah walimah meski hanya dengan menyembelih seekor kambing." (Muttafaqun 'alaih)
  • Orang yang menikah sudah barang tentu memiliki perasaan tenang, nyaman, tentram, dan bahagia… terlebih saat menyambut kehadiran si buah hati. Bukankah begitu?


Akhirnya… menurut Anda (saudara dan saudariku), mana yang yang akan dipilih: Zina atau Nikah?


Yogyakarta, 31 Maret 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar