Bismillahirrahmanirrahiym...
Masih lanjutan dari tulisan
sebelumnya “Zina dan Nikah itu beda tipis (setipis kulit bawang)”. Tulisan ini juga
bersumber dari rangkuman khutbah nikah yang sedikit banyak terekam dalam
ingatan disela-sela tugas menerima tamu. Poin lain yang masih terlintas
difikiran adalah analogi yang digunakan khotib dalam menyampaikan nasehatnya.
Seperti halnya
khutbah-khutbah nikah yang lain, khotib mengibaratkan pernikahan itu sebagai
permulaan dari dua insan manusia dalam mengarungi bahtera kehidupan. Mengarungi
samudera kehidupan dengan kapal layar (biduk) rumah tangga. Sang suami bagaikan
nakhoda, sedangkan istri (dan anak-anak) bagai awak kapal.
Diawal pernikahan ibarat kapal
baru saja berlayar meninggalkan pelabuhan, masih disekitar pantai. Bekal masih
banyak, semangat masih tinggi, ombak masih tenang, dan angin berhembus sepoi-sepoi.
Semakin ketengah ombak makin besar, angin makin kencang, bahkan badai siap
menghadang. Resiko terombang-ambing di lautan, dihantam badai, terdampar ke
negeri antah berantah … atau justru tenggelam dihajar gelombang.
Angin atau badai bisa
diartikan sebagai gambaran ujian hidup manusia. Dia akan datang terus silih
berganti, yang tentunya mempengaruhi laju dan arah tujuan. Agar tidak
terombang-ambing dan dihempaskan angin, hendaknya kita tahu bagaimana sifat angin.
Dulu sewaktu dibangku sekolah kita belajar tentang angin darat dan angin laut:
- Angin darat: sederhananya adalah angin yang berhembus dari darat ke laut, biasanya terjadi dimalam hari. Angin inilah yang dimanfaatkan oleh nelayan untuk pergi berlayar.
- Angin laut: angin yang berhembus dari laut ke darat, biasanya pada siang hari. Angin ini juga dimanfaatkan nelayan untuk kembali berlabuh.
Yang menjadi pertanyaan
adalah: apakah gerak kapal layar
tergantung pada arah angin?
Jika iya, berarti kita
tidak bisa berlayar siang hari. Karena saat itu angin berhembus dari laut ke
darat. Harus menunggu malam untuk bisa berlayar.
Itu belum seberapa… jika
ternyata bulan-bulan ini sedang terjadi angin musim/muson Barat. Dimana angin
berhembus kencang dari Barat ke Timur, padahal tujuan kita mau ke Barat. Berarti
kita harus menunggu beberapa bulan lagi untuk berlayar?
Tapi kenyataannya tidak
demikian, bukan? Musim apapun, angin berhembus kemanapun, kapal-kapal layar tetap
bisa berlayar sesuai tujuan. Padahal jelas-jelas kapal layar itu tenaga
penggeraknya adalah angin. Bagaimana bisa?
Ya tentu saja bisa…
Karena yang membuat kapal
itu bergerak bukan arah angin, tetapi susunan layar yang menjadikan kapal itu
bergerak sesuai tujuan. Layar disusun dalam bentuk dan formasi tertentu untuk
menangkap angin dari arah manapun. Sehingga menjadi tenaga pendorong kapal untuk
bergerak maju.
.: Jadi dari analogi diatas
bisa diartikan bahwa masalah dan ujian (angin) bisa mempengaruhi tujuan hidup
(arah kapal). Tetapi jika nakhoda dan awak kapal dengan sigap bisa mengatur
susunan dan formasi layar, maka masalah itu justru menjadi pendorong laju
kapal.
…
Saudaraku mari kita tempa
diri kita untuk menjadi nakhoda yang tangguh. Kuasai medan, kenali alam,
pelajari struktur dan seluk beluk kapal, baca buku petunjuk, jangan bosan dan
malu belajar pada pelaut-pelaut tangguh lainnya.
Saudariku jadilah awak
kapal yang cekatan. Dukung dan dampingi nakhodamu, ikuti instruksinya, dan
berikan kepercayaan padanya. Ingatkan dia ketika arah kapal bergeser dari
kompas, jaga dan kelola perbekalannya.
…
Yogyakarta, 1 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar