Rabu, 01 April 2015

Apakah gerak kapal layar tergantung pada arah angin?

Bismillahirrahmanirrahiym...

Masih lanjutan dari tulisan sebelumnya “Zina dan Nikah itu beda tipis (setipis kulit bawang)”. Tulisan ini juga bersumber dari rangkuman khutbah nikah yang sedikit banyak terekam dalam ingatan disela-sela tugas menerima tamu. Poin lain yang masih terlintas difikiran adalah analogi yang digunakan khotib dalam menyampaikan nasehatnya.

Seperti halnya khutbah-khutbah nikah yang lain, khotib mengibaratkan pernikahan itu sebagai permulaan dari dua insan manusia dalam mengarungi bahtera kehidupan. Mengarungi samudera kehidupan dengan kapal layar (biduk) rumah tangga. Sang suami bagaikan nakhoda, sedangkan istri (dan anak-anak) bagai awak kapal.

Diawal pernikahan ibarat kapal baru saja berlayar meninggalkan pelabuhan, masih disekitar pantai. Bekal masih banyak, semangat masih tinggi, ombak masih tenang, dan angin berhembus sepoi-sepoi. Semakin ketengah ombak makin besar, angin makin kencang, bahkan badai siap menghadang. Resiko terombang-ambing di lautan, dihantam badai, terdampar ke negeri antah berantah … atau justru tenggelam dihajar gelombang.

Angin atau badai bisa diartikan sebagai gambaran ujian hidup manusia. Dia akan datang terus silih berganti, yang tentunya mempengaruhi laju dan arah tujuan. Agar tidak terombang-ambing dan dihempaskan angin, hendaknya kita tahu bagaimana sifat angin.
Dulu sewaktu dibangku sekolah kita belajar tentang angin darat dan angin laut:
  • Angin darat: sederhananya adalah angin yang berhembus dari darat ke laut, biasanya terjadi dimalam hari. Angin inilah yang dimanfaatkan oleh nelayan untuk pergi berlayar.
  • Angin laut: angin yang berhembus dari laut ke darat, biasanya pada siang hari. Angin ini juga dimanfaatkan nelayan untuk kembali berlabuh.

Yang menjadi pertanyaan adalah: apakah gerak kapal layar tergantung pada arah angin?

Jika iya, berarti kita tidak bisa berlayar siang hari. Karena saat itu angin berhembus dari laut ke darat. Harus menunggu malam untuk bisa berlayar.

Itu belum seberapa… jika ternyata bulan-bulan ini sedang terjadi angin musim/muson Barat. Dimana angin berhembus kencang dari Barat ke Timur, padahal tujuan kita mau ke Barat. Berarti kita harus menunggu beberapa bulan lagi untuk berlayar?

Tapi kenyataannya tidak demikian, bukan? Musim apapun, angin berhembus kemanapun, kapal-kapal layar tetap bisa berlayar sesuai tujuan. Padahal jelas-jelas kapal layar itu tenaga penggeraknya adalah angin. Bagaimana bisa?

Ya tentu saja bisa…

Karena yang membuat kapal itu bergerak bukan arah angin, tetapi susunan layar yang menjadikan kapal itu bergerak sesuai tujuan. Layar disusun dalam bentuk dan formasi tertentu untuk menangkap angin dari arah manapun. Sehingga menjadi tenaga pendorong kapal untuk bergerak maju.

.: Jadi dari analogi diatas bisa diartikan bahwa masalah dan ujian (angin) bisa mempengaruhi tujuan hidup (arah kapal). Tetapi jika nakhoda dan awak kapal dengan sigap bisa mengatur susunan dan formasi layar, maka masalah itu justru menjadi pendorong laju kapal.


Saudaraku mari kita tempa diri kita untuk menjadi nakhoda yang tangguh. Kuasai medan, kenali alam, pelajari struktur dan seluk beluk kapal, baca buku petunjuk, jangan bosan dan malu belajar pada pelaut-pelaut tangguh lainnya.

Saudariku jadilah awak kapal yang cekatan. Dukung dan dampingi nakhodamu, ikuti instruksinya, dan berikan kepercayaan padanya. Ingatkan dia ketika arah kapal bergeser dari kompas, jaga dan kelola perbekalannya.


Yogyakarta, 1 April 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar