Minggu, 24 Maret 2013

Merebut Kota Perjuangan



Judul
: Merebut Kota Perjuangan
Tempat
: Ubud
Waktu
: 24 Maret 2013

Bismillahirrahmanirrahiym...

Pagi-pagi sekali sejak bangun tidur, anak-anak langsung mandi, makan, dan bersiap. “Ayo berangkat, abi…” rayu kakak setelah selesai menyisir rambut. “Ayo beli ikan… abi…” adik tak mau kalah menggelayut manja, meski masih pake handuk menunggu giliran didandani.

“Hm… abi, gimana… jadi berangkat tidak?” istri bertanya setengah berbisik, takut mengecewakan anak-anak. Memang sih sudah berjanji pada mereka membeli bibit ikan untuk mengisi kolam yang baru saja dikosongkan Sabtu kemarin. Tapi… semalam kakak tiba-tiba panas, hidungnya mampet, dan pagi ini masih sedikit demam.



OK, kita berangkat! Tapi nanti hanya beli bibit ikan saja, langsung pulang. Kakak di mobil tidur saja, adik tidak boleh mengganggu. “Horeee…!!!” (mereka tidak pernah bilang hore sih, hanya untuk menunjukkan ekspresi keceriaan mereka ) Segera mereka memakai pakaian yang dipilih sendiri, membawa botol minum kesayangan, dan… teriak-teriak minta dibukakan pintu mobil, biar bisa cepat memilih tempat dan berangkat.

Tidak menunggu lama segera meluncur kearah Utara, menuju desa Ubud. Jalanan pagi ini lengang, tidak seperti biasanya yang macet. Sepanjang perjalanan adik berdiri melihat depan sambil menyebutkan nama kendaraan yang berlalu lalang. Kakak, tidur di jok belakang sambil menikmati film kartun kesukaan. Mobil berjalan pelan menyusuri jalan-jalan yang relatif kosong.

Setelah menempuh jarak sekitar 15 km, sampailah di toko bibit ikan. Adik dengan penuh semangat melompat dan berlari kearah kolam-kolam yang berjejer. Terlihat dua orang pekerja sedang memilah ikan berdasarkan ukuran. “Abi… ambil itu…” kata adik sambil menunjuk ikan-ikan yang menggelepar dijaring saat dipilah-pilah. Sambil menunggu 200 ekor bibit ikan lele dipersiapkan, kami berbincang dengan ibu pemilik toko yang ramah. Beliau memberikan tips dan artikel cara budidaya lele. Akhirnya bibit lele dan pakan khusus sudah berada ditangan, siap melanjutkan perjalanan.

Hari masih pagi, langsung pulang atau jalan-jalan dulu?

Kakak terlihat letih, dia belum 100% fit. Tapi mumpung masih pagi, sekalian jalan-jalan dulu, muter-muter aja biar kakak tetap bisa rebahan. Itung-itung refreshing, sekali seminggu. Akhirnya, diputuskan untuk terus ke Utara, melintasi pasar Mambal, terus menyusuri sawah-sawah yang mulai menguning. Jalanan yang sepi memungkinkan kendaran melaju perlahan, menikmati pemandangan sawah yang luas bagaikan hamparan permadani. Adik dengan antusias menunjuk dan menyebutkan benda apa saja yang dilihatnya, mulai dari: padi, beras, burung, pak tani… semua yang dia ketahui tentang sawah.

Hm… sejenak lamunan melayang, teringat kampung halaman… di dekat rumah juga terhampar luas sawah bagaikan tak bertepi. Tempat bermain waktu kecil, menyusup, berlari, melompat, berteriak, bergaya layaknya Komarudin tokoh dalam cerita bergambar perjuangan kemerdekaan (dulu paling seneng kalo ada mantenan, bisa ambil janur kuning untuk dijadikan kalung, makin PD dan paling gaya dah ).
.: saat menulis blog ini, tergelitik untuk mencari buku bersejarah itu… akhirnya ketemu, judulnya: Merebut Kota Perjuangan. Bagian berikut yang menjadikanku senang akan sawah, serasa paling keren saat berdiri diantara padi-padi yang menguning. Membayangkan gambar berikut… (itu waktu dulu, sekarang sih ya nostalgia aja )

Bagian lain dari sawah yang penuh kenangan adalah sungai kecil untuk pengairan. Tempat favorit mencari ikan, atau curi-curi kesempatan untuk mandi dibawah pompa air. Dilengkapi karpet hijau dari rumput disekitar sungai menjadikannya tempat paling nyaman untuk merebahkan diri. Memandangi birunya langit berhiaskan aneka karakter lucu dari gumpalan awan putih, sambil menunggu baju kering (kalau ketahuan mandi di sungai bisa gawat )

Disaat hanyut dalam lamunan nostalgia masa kecil, tiba-tiba teriakan gembira adik dan kakak ketika melihat momo, si sapi, membuyarkan lamunan.

Sejenak kemudian sampailah dilokasi syuting.

Serius? Emangnya artis?

Iya bener… tapi yang syuting mbak Julia Robert… itupun sudah lama, berapa tahun yang lalu ya? Kami hanya napak tilas saja, mengagumi suasana asri desa Ubud yang sejuk dan nyaman pemandangannya. Benar-benar Ubud, Bali serasa kampung kedua bagiku.

Tak jauh dari lokasi itu segera kami sampai di jalan Nyuh Kuning. Napak tilas memori dua tahun yang lalu, saat adik Aida dilahirkan. Ya, dulu kelahirannya dibantu oleh ibu bidan Robin Lim, sang  CNN Heroes di kliniknya yang bernama Bumi Sehat. Kali ini hanya berjalan perlahan dan berhenti sejenak didepan pintu masuk, klinik terlihat ramai dan beberapa kendaraan parkir dihalaman. Takut mengganggu pelayanan, kami tidak turun atau mampir, jadi hanya lewat saja. Ohya cerita terkait kelahiran adik bisa disimak disini lho: Ketika suami mendampingi istri berjihad.

Perjalanan berlanjut menyusuri jalan-jalan desa yang sepi, hingga akhirnya kembali masuk ke jalan utama yang ramai untuk kembali ke Denpasar. Lalu-lintas agak tersendat karena ada upacara keagamaan dan banyaknya kendaraan yang melintas. Tapi tidak sampai macet, semuanya lancar karena para pecalang mengatur dengan baik dan pengguna jalan tertib semua, tidak ada yang main serobot. Lepas dari lokasi upacara, memasuki pertigaan yang cukup ramai. Sempat macet sebentar, mobil saya tepat dimulut kemacetan, posisi masih lurus mau belok ke kanan. Sedangkan mobil didepan sudah melintang serong ke kanan menghalangi mobil yang mau lurus (berlawanan arah dengan saya).  Mobil didepannya lagi terhalang mobil yang akan menyeberang (arah lurus saya). Jadinya kemacetan segitiga

Untungnya bapak-bapak polisi yang berjaga di pos dengan sigap dan serempak semuanya turun ke jalan mengurai kemacetan. Sekitar tiga orang, masing-masing menuju ke titik kemacetan. Daripada capek menginjak rem, saya tarik rem tangan sambil menunggu kemacetan terurai. Mendengar suaranya yang khas, pak polisi yang berada didepan saya langsung membungkuk, melempar senyum dan mengacungkan jempolnya… waaah… rasanya senang dan bangga Segera si bapak ini menginstruksikan mobil yang melintang didepan saya untuk bergeser sedikit ke kanan, dan mobil yang berlawanan dengan saya sedikit bermanuver masuk ke sela-sela antara depan mobil saya. Tidak sampai hitungan menit jalan kembali lancar, semua senang tidak ada yang menang sendiri.

Hm… benar juga kata si Okta (adike mbah Git) “Memang banyak orang jahat/tidak baik. Tapi sebenarnya lebih banyak lagi orang baik, hanya karena kita tidak mau tahu saja” Bisa jadi orang baiknya itu memang ikhlas melakukannya, tidak mau pamer, tidak mau mencari pujian, tidak mau riya’

(Lagi-lagi) hanya melalui blog ini saya minta ma’af telah menilai buruk sebagian orang (tanpa mau mengaca pada diri sendiri) dan melupakan begitu banyak kebaikan yang diberikan orang lain tanpa pamrih. Semoga pelajaran-pelajaran yang diberikan oleh Guru Kehidupan bisa menjadi bekal menapaki jalan lurus menuju kampung akhirat.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar